Jumat, 24 April 2020
PANGERSA ABAH ANOM QS MENERIMA & MEMBALAS HADIAH MURIDNYA
PANGERSA ABAH ANOM QS MENGEDEPANKAN SHALAWAT BANI HASYIM
PANGERSA ABAH ANOM QS MEMILIKI OTORITAS TERHADAP RIJALUL GHAIB
TALQIN DZIKIR OLEH PANGERSA ABAH ANOM QS MENGOBATI PENYAKIT JISMANI & RUHANI
KESAKSIAN AHLI HIKMAH BANTEN TERHADAP PANGERSA ABAH ANOM QS
SUNNAH MURSYID PANGERSA ABAH ANOM QS KETIKA RAMADHAN
Biografi Pangersa Abah Anom Ponpes Suryalaya
SYEIKH AHMAD SHOHIBUL WAFA TADJUL ARIFIN ( ABAH ANOM )
Riwayat hidup Abah Anom, pemimpin Ponpes Suryalaya sungguh berwarna. Lahir 1 Januari 1915 di Kampung Godebah, Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya.
Keluarga bapaknya Syekh H Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad atau Abah Sepuh dan ibunya Hj Juhriyah. Semasa hidupnya Abah Anom mengenyam pendidikan umum di Sekolah Dasar Zaman Belanda "Vervoleg School" di Ciamis 1923-1931, kemudian masuk Madrasah Tsanawiyah di Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya 1929-1931.
Selanjutnya menambah ilmu agama di Pesantren Cicariang, Pesantren Gentur dan Jambudipa Kabupaten Cianjur, kemudian Pesantren Cireungas-Cimalati Kabupaten Sukabumi yang mendalami khusus ilmu Hikmat, thoriqot, dan ilmu beladiri seperti silat, lalu Pesantren Citengah, Kabupaten Ciamis.
Bahkan Abah Anom melaksanakan Riyadoh dan ziarah ke makam para wali atas perintah ayahnya sambil menimba ilmu di pesantren Kaliwungu-Kendal-Jawa Tengah, kemudian di Bangkalan Madura bersama kakak kandungnya H.A Dahlan dan wakil Abah Sepuh KH Pakih dari Talaga, Majalengka.
Selanjutnya menunaikan ibadah haji ke Mekah tahun 1938, kemudian di Mekah memperdalam ilmu Tasawuf dan Tarekat selama tujuh bulan kepada syekh H Romli asal Garut, wakil Abah Sepuh yang bermukim di Jabal Gubeys, Mekah.
Setelah itu Abah Anom membantu bapaknya Abah Sepuh mengajar di Pesantren Suryalaya dan ikut berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia, hingga akhirnya diangkat memimpin pesantren Suryalaya dan menjadi Wakil Abah Sepuh.
Abah Anom selanjutnya bersama TNI aktif melawan gangguan keamanan yang diakibatkan oleh gerombolan DI/TII dan mendapatkan penghargaan jasa dibidang keamanan.
Selanjutnya Abah Anom aktif membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan diberbagai bidang seperti pertanian, pendidikan, lingkungan hidup, sosial, kesehatan, koperasi dan politik sehingga banyak menerima penghargaan dari pemerintah.
Kemudian Abah Anom sejak tahun 1980 hingga wafatnya telah mendirikan sebanyak 22 Inabah sebagai panti rehabilitasi remaja korban narkotika dan telah berhasil menyembuhkan banyak para santri binaannya yang tergantung pada narkotika.
Sejak kepemimpinan Abah Anom di pondok pesantren itu cukup banyak dikunjungi berbagai tamu negara Indonesia maupun sejumlah pejabat negara dari berbagai mancanegara.
Qitab Ibadah - Pangersa Abah Anom PonPes Suryalaya
Pembangunan Nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pada hakekatnya yaitu pembangunan manusia seutuhnya, yakni pembangunan yang bukan hanya pembangunan jasmani saja tapi juga pembangunan rohani.
Oleh sebab itu mengandung arti bahwa Pembangunan Nasional itu bukan hanya sekedar mengejar kemajuan lahiriyah dan bathiniyah saja, tapi sangat diharapkan adanya keseimbangan hubungan antara makhluq dengan Kholik-nya, antara manusia dengan manusia, juga antara manusia dengan alam sekitarnya. Ringkasnya harus ada keseimbangan antara kehidupan di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Qashash ayat 77 :
Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu "
Dalam rangka mendorong masyarakat pada tujuan tersebut, betapa pentingnya pendidikan rohani, apakah melalui ceramah atau membaca buku keagamaan dan lain-lain.
Diantara beberapa buku keagamaan yang dapat mendorong pada tujuan tersebut diantaranya pendidikan akhlak dan yang penting adalah pelaksanaan ibadah secara intensif, khusyu' serta dawam/ langgeng.
Bagi kita selaku muslim pada umumnya, dan Ihwan Thoreqat Qoodiriyyah Naqsyabandiyah (TQN) pada khususnya, terutama bagi para pembina Korban Penyalahgunaan Narkotik dan Kenakalan Remaja lainnya, betapa pentingnya memiliki buku "IBADAH SEBAGAI METODA PEMBINAAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIK DAN KENAKALAN REMAJA" ini.
Diterbitkannya buku ini disamping sebagai bekal Ibadah Kaum Muslimin Ihwan TQN, juga mengandung maksud membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pembinaan akhlak remaja, terutama mereka yang menyalahgunakan narkotik dan kenakalan remaja lainnya yang dibina di Pondok Remaja Inabah Pondok Pesantren Suryalaya. Kami berharap agar buku ini dijadikan pegangan bagi para pembina INABAH khususnya, dan bagi Ihwan TQN pada umumnya dan dapat dimanfaatkan demi kemaslahatan ummat manusia. Semoga Allah SWT meridloi usaha kita bersama. AllahummaAmien.
Suryalaya, 01 Juli 1985 Penyusun,
KHA. SHOHIBULWAFA TAJULARIFIN
Pengikut-Pengikut Jalan Kerohanian
Pengikut-Pengikut Jalan Kerohanian
Golongan kedua terdiri daripada kumpulan-kumpulan yang bidaah. Nabi s.a.w telah memberi peringatan, “ Kamu, seperti Bani Israil sebelum kamu, seperti umat Isa anak Maryam, akan dibahagikan dan dipisahkan di antara satu sama lain. Sebagaimana mereka mereka-reka dan mengubah-ubah, kamu juga akan mengadakan bidaah. Dengan masa berlalu dalam bidaah, tentangan dan dosa, kamu akan jadi seperti mereka dan berbuat yang sama. Jika mereka masuk ke dalam lubang ular yang berbisa kamu juga akan mengikuti mereka. Kamu patut tahu Bani Israil berpecah kepada tujuh puluh satu kumpulan. Kesemuanya dalam kesesatan kecuali satu. Dan orang Nasrani berpecah kepada tujuh puluh dua kumpulan, dan semuanya sesat kecuali satu. Aku bimbang umatku akan dipecahkan kepada tujuh puluh tiga kumpulan. Ini terjadi kerana mereka mengubah yang benar kepada yang salah dan yang haram kepada yang halal menurut pertimbangan mereka sendiri, untuk muslihat dan keuntungan mereka, kecuali satu, semua kumpulan itu akan ke neraka, dan kumpulan yang satu itu akan selamat.” Bila ditanya siapakah yang satu diselamatkan itu baginda bersabda, “Mereka yang mengikuti kepercayaan dan perbuatanku serta para sahabatku”.
Di bawah ini dinyatakan sebahagian daripada jalan bidaah yang dipegang dan diikuti oleh orang-orang yang mengakui diri mereka orang kerohanian: Hululiyya – percaya kepada penjelmaan dalam bentuk makhluk atau manusia, mendakwa halal melihat tubuh dan wajah yang cantik, samada perempuan atau lelaki, siapa sahaja samada isteri-isteri atau suami-suami, anak-anak perempuan atau saudara-saudara perempuan orang lain. Mereka juga bercampur dan menari bersama-sama. Ini jelas bertentangan dengan peraturan Islam dan menjaga kesucian dan kehormatan di dalam peraturan tersebut.
Haliyya – mencari kerasukan zauk dengan cara menari, menyanyi, menjerit dan bertepuk tangan. Mereka mendakwa syeikh mereka berada dalam suasana yang mengatasi batasan hukum agama. Jelas sekali mereka terpesung jauh daripada perjalanan Nabi s.a.w yang dalam tindak tanduk mematuhi hukum agama.
Awliya’iyya – mendakwa mereka berada dalam kehampiran dengan Allah dan mengatakan bila hamba hampir dengan Tuhan semua kewajipan agama terangkat daripada mereka. Seterusnya mereka mendakwa seorang wali, orang yang hampir dengan Allah, menjadi sahabat akrab-Nya, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada nabi. Mereka mengatakan ilmu sampai kepada Rasulullah s.a.w melalui Jibrail sementara wali menerima ilmu secara langsung dari Tuhan. Pandangan salah tentang suasana mereka dan apa yang mereka sifatkan kepada diri mereka adalah dosa mereka yang paling besar yang membawa mereka kepada bidaah dan kekufuran.
Syamuraniyya – percaya dunia ini kekal abadi, dan sesiapa yang mengucapkan perkataan abadi akan terlepas daripada tuntutan agama, lagi mereka tidak ada hukum halal dan haram. Mereka menggunakan alat musik dalam upacara ibadat mereka. Mereka tidak memisahkan lelaki dengan perempuan. Mereka tidak membezakan dua jantina itu. Mereka adalah kumpulan kafir yang tidak boleh diperbetulkan lagi.
Hubiyya – mengatakan bila manusia sampai ke peringkat cinta mereka bebas daripada semua kewajipan agama. Mereka tidak menutup kemaluan mereka.
Huriyya – seperti Haliyya, enggan menjerit, menyanyi, menari dan bertepuk tangan, mereka menjadi kerasukan dan di dalam suasana kerasukan itu mereka mendakwa mengadakan hubungan jenis dengan bidadari; bila keluar dari kerasukan mereka mandi junub. Mereka dimusnahkan oleh pembohongan mereka sendiri.
Ibahiyya – enggan mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran. Mereka menghukumkan haram sebagai halal. Mereka memahatkan pendapat ini kepada kaum perempuan. Bagi mereka semua perempuan halal bagi semua lelaki.
Mutakasiliyya – menjadikan prinsip kemalasan dan meminta sedekah dari rumah ke rumah sebagai cara mendapatkan keperluan harian mereka. Mereka mendakwa telah meninggalkan segala hal ehwal dunia. Mereka gagal dan terus gagal di dalam kemalasan mereka.
Mutajahiliyya – berpura-pura jahil dan dengan sengaja berpakaian tidak sopan, cuba menunjukkan dan berkelakuan seperti orang kafir, sedangkan Allah berfirman, “Jangan cenderung kepada yang berbuat dosa”. (Surah Hud, ayat 113). Nabi s.a.w bersabda, “Sesiapa yang cuba berlagak seperti satu kaum dia dianggap salah seorang dari mereka”.
Wafiqiyya – mendakwa hanya Allah yang boleh kenal Allah. Jadi, mereka membuang jalan kebenaran. Kejahilan yang disengajakan membawa mereka kepada kemusnahan.
Ilhamiyya – berpegang dan mengharapkan kepada ilham, meninggalkan ilmu pengetahuan, melarang belajar, dan berkata Quran adalah hijab bagi mereka, dan fikiran puisi adalah Quran mereka. Mereka meninggalkan Quran dan sembahyang, sebaliknya mengajarkan anak-anak mereka puisi.
Pemimpin-pemimpin dan guru-guru dari kumpulan Sunni mengatakan para sahabat, dengan berkat kehadiran Rasulullah s.a.w di tengah-tengah mereka, berada dalam suasana zauk dan keghairahan kerohanian yang sangat tinggi. Pada zaman kemudian peringkat kerohanian yang demikian tidak tercapai lagi oleh orang ramai dan ia menjadi semakin hilang. Yang masih tinggal diturunkan kepada pewaris-pewaris kerohanian pada jalan kebenaran Ilahi, yang kemudiannya terbahagi kepada banyak cabang-cabang. Ia berpecah kepada terlalu banyak kumpulan sehingga kebijaksanaan dan tenaganya menjadi sangat berkurangan dan berselerak. Dalam banyak kes segala yang tinggal hanyalah rupa yang dibaluti oleh pakaian guru kerohanian tanpa sebarang makna, kekuatan dan tenaga di bawah pakaian tersebut. Walaupun dalam suasana kosong itu ia masih juga berpecah dan berganda, bertukar menjadi bidaah. Sebahagian menjadi Qalandari – peminta sedekah yang mengembara. Yang lain menjadi Haydari dan berpura-pura menjadi wira. Yang lain pula menamakan diri mereka Adhami dan berpura-pura mengikuti wali Allah Ibrahim Adham yang meninggalkan takhta kerajaan dunia ini. Masih ramai lagi yang lain.
Dalam zaman kita mereka yang mengikuti jalan kebenaran sesuai dengan hukum agama menjadi semakin berkurangan. Pengikut-pengikut yang benar pada jalan ini boleh dikenali melalui dua kenyataan. Pertama, kenyataan zahir, yang menunjukkan keadaan kehidupan harian mereka yang dibentengi oleh hukum dan amalan agama. Kedua kenyataan dalaman, contoh teladan yang si pencari itu ikuti dan lahirkan dan dengan apa yang dia dibimbingkan. Sesungguhnya tiada yang lain untuk diikuti melainkan Nabi Muhamamd s.a.w, yang menjadi teladan, yang pada satu masa dahulu baginda sendiri berada dalam suasana mencari dan kebenaranlah yang baginda cari. Tanpa ragu-ragu roh suci baginda sahaja yang menjadi perantaraan. Itulah undang-undang yang mesti dipatuhi oleh orang yang beriman bagi penerusan kehidupan agama dalam kehidupan. Cara lain, wali yang memiliki pesaka kerohanian Nabi s.a.w boleh memberkati si pencari dengan kewujudan kebendaannya. Sesungguhnya syaitan tidak boleh mengambil rupa Nabi s.a.w.
Waspadalah wahai pengembara pada jalan kerohanian, orang buta tidak boleh memimpin orang buta. Perhatian kamu mesti bersungguh-sungguh agar kamu dapat membezakan kebaikan yang paling kecil daripada kejahatan yang paling kecil.
Mimpi-Mimpi
Mimpi-Mimpi
“Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan masuk Masjidil Haram jika dikehendaki Allah dengan aman”. (Surah al-Fath, ayat 27).
Dan memang benar Nabi s.a.w memasuki kota Makkah yang masih dikuasai oleh musuh-0musuh baginda, tahun sesudah baginda bermimpi. Contoh lain ialah mimpi Nabi Yusuf a.s:
“Tatkala Yusuf berkata kepada bapanya, ‘Wahai bapaku, sesungguhnya aku melihat sebelas bintang dan matahari serta bulan – aku lihat – bersujud kepadaku”. (Surah Yusuf, ayat 4).
Nabi s.a.w bersabda, “Tidak ada nabi yang datang selepas aku tetapi boleh datang pembukaan-pembukaan yang lain. Orang yang beriman akan melihat pembukaan itu dalam mimpi mereka atau pembukaan itu akan ditunjukkan kepada mereka menerusi mimpi”.
“Bagi mereka pembukaan tentang khabar baik dalam dunia ini dan di akhirat”. (Surah Yunus, ayat 64).
Mimpi datangnya dari Allah tetapi kadang-kadang ada juga yang datang dari syaitan. Nabi s.a.w bersabda, “Sesiapa yang melihatku di dalam mimpi sesungguhnya dia benar-benar melihatku kerana syaitan tidak dapat mengambil bentukku”. Syaitan juga tidak dapat mengambil bentuk mereka yang mengikut iman, jalan kebenaran, makrifat, kebenaran dan cahaya Nabi s.a.w. Orang arif mentafsirkan hadis Nabi s.a.w di atas dengan mengatakan syaitan bukan sahaja tidak dapat mengambil bentuk Nabi s.a.w malah syaitan juga tidak dapat berpura-pura mengakui seseorang atau sesuatu yang ada sifat kemurahan dan kebaikan atau kasih sayang dan lemah lembut dan beriman. Sesungguhnya Nabi-nabi, wali-wali, malaikat, Masjidil haram, matahari, bulan, awan putih, Quran yang suci, merupakan kewujudan yang ke dalamnya syaitan tidak boleh masuk juga tidak dapat mengambil bentuk mereka. Ini kerana syaitan adalah tempat dan keadaan yang menzahirkan kekerasan, hukuman dan kesengsaraan. Ia hanya boleh menggambarkan kekeliruan dan keraguan. Bila seseorang sudah memiliki di dalam dirinya kenyataan nama Allah, ‘Pembimbing Mutlak Kepada Kebenaran’, bagaimana sifat yang membawa kekacauan itu boleh menyata dalam dirinya? Sifat-sifat yang bertentangan satu sama lain tidak boleh bertukar tempat, seperti air dengan api. Kemurkaan tidak dapat mengambil tempat kemurahan, juga tidak boleh api menyerupai air. Mereka menolak sesama mereka, mereka berjauhan, mereka kepunyaan ruang yang berlainan. Allah Pisahkan kebenaran daripada kepalsuan:
“Demikianlah Allah nyatakan kebenaran dan kepalsuan… dengan misalan dan ibarat…”. (Surah ar-Ra’d, ayat 17).
Tetapi syaitan boleh mengaku menjadi Allah dan menipu manusia, membawa mereka menjadi sesat. Ini hanya boleh dilakukan dengan izin Allah. Allah mempunyai banyak sifat-sifat yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Misalnya sifat-Nya Yang Gagah dan Keras kelihatan berlawanan dengan sifat-Nya Yang Indah dan Lemah-lembut. Syaitan dilaknati hanya boleh berpura-pura mengambil watak kemarahan dan keperkasaan kerana ia secara kejadian asalnya adalah bentuk menyatakan kekerasan Allah. Allah memiliki kedua-dua sifat, Pembimbing Mutlak kepada kebenaran dan juga Pembawa kepada kesesatan. Syaitan tidak boleh menjelma dengan watak sifat yang mengandungi nilai pembimbingan. Jika syaitan berpura-pura menjelmakan sebarang sifat Allah, ia lakukannya dengan kehendak dan izin Allah, bagi membimbing orang yang beriman kepada kebaikan dengan menentang kejahatan, membawanya kepada kebenaran dengan cara menentang kepalsuan. Dalam kenyataannya syaitan tidak ada sebarang kuasa untuk merampas iman daripada seseorang yang beriman; ia hanya boleh mengambilnya jika orang yang beriman itu sendiri mencampakkan imannya.
Allah memerintahkan Nabi-Nya supaya:
“Katakanlah: ‘Inilah jalanku, yang aku dan orang-orang yang mengikuti daku menyeru (manusia) kepada Allah dengan basirah (penyaksian yang jelas). Maha Suci Allah! Dan bukanlah aku dari golongan musyrikin”. (Surah Yusuf, ayat 108).
Dalam ayat ini ‘orang yang mengikuti daku’ adalah manusia sempurna, guru kerohanian yang sebenar yang akan datang selepas Nabi Muhamamd s.a.w, yang akan mewarisi ilmu batin baginda dan kebijaksanaan baginda dan yang akan berada hampir dengan Allah. Manusia yang demikian digambarkan sebagai ‘pelindung dan pembimbing sebenar’. (Surah al-Kahfi, ayat 17).
Ada dua jenis mimpi; subjektif (memberi pandangan atau perasaan sendiri) dan objektif (bermatlamat), masing-masing dibahagi kepada dua jenis. Jenis pertama mimpi subjektif ialah bayangan atau gambaran suasana kerohanian yang tinggi dan hasil daripada keharmonian, dan kelihatan dalam gambar seperti matahari, bulan, bintang, pemandangan padang pasir putih bermandikan cahaya, taman syurga, mahligai, roh yang cantik dalam bentuk malaikat dan lain-lain. Ini semua adalah sifat-sifat hati yang murni. Jenis kedua mimpi subjektif mengandungi gambaran yang berkaitan dengan suasana seseorang yang bebas daripada keresahan, yang mengenal diri dan menemui ketenteraman fikirannya. Gambaran-gambaran ini adalah kelazatan yang dia akan temui dalam syurga, bau-bauan dan suara di dalam syurga. Dia akan bermimpikan beberapa jenis haiwan dan burung yang menyerupai yang paling cantik yang jenisnya ada dalam dunia. Haiwan yang dilihat di dalam mimpi itu adalah haiwan syurga. Misalnya, unta adalah haiwan syurga. Kuda dihantar sebagai haiwan yang membawa tentera suci di dalam peperangan menentang orang-orang kafir di sekelilingnya dan di dalamnya. Lembu jantan kepada Nabi Adam a.s bagi menenggala tanah untuk ditanam gandum. Kambing biri-biri datangnya dari madu syurga, unta diciptakan dari cahaya syurga, kuda daripada selasih manis di dalam syurga, biri-biri daripada kunyit syurga.
Baghal menggambarkan suasana terendah seseorang yang menemui hati dan fikiran yang tenang. Bila dia mimpikan baghal itu tandanya dia cuai dan malas di dalam melakukan ibadat sebab hawa nafsu badannya menahan, dan usaha kerohaniannya tidak memberi hasil. Kemudian dia harus bertaubat dan teruskan melakukan kebajikan supaya dia akan mendapat hasil.
Keldai diciptakan dari batu syurga dan diberikan untuk berkhidmat kepada Nabi Adam a.s dan keturunannya. Keldai adalah lambang jasad dan keperluan kebendaannya, ego dan pentingkan diri sendiri. Jasad adalah haiwan yang membawa beban, membawa roh. Jika seseorang menjadi hamba kepada jasad dia adalah umpama orang yang memikul keldai di atas bahunya, tetapi manusia sebenar menunggangi keldai jasad kebendaannya. Jadi, keldai melambangkan cara atau alat dia mengarahkan urusan akhiratnya di dalam dunia ini.
Berkata-kata dengan jejaka tampan dengan wajah yang berseri-seri adalah tanda kenyataan Ilahi sampai kepada seseorang itu kerana mereka yang sudah memperolehi makrifat kepada kenyataan Ilahi di dalam syurga akan muncul di dalam rupa yang cantik. Nabi s.a.w menggambarkan orang demikian sebagai berkeadaan serba-kena, serba-elok, lemah lembut dan mempunyai mata kehitaman yang indah. Baginda bahkan mengatakan, “Aku lihat Tuhanku dalam rupa jejaka tampan”. Kerana Allah tidak menyerupai sesuatu, hadis ini dimengertikan sebagai kenyataan sifat-sifat Allah Yang Maha Indah digambarkan di dalam cermin roh yang suci. Gambaran ini dinamakan bayi bagi hati. Rupa kebendaan, badan, adalah cermin kepada kebijaksanaan ketuhanan yang mengajarkan dan membentuk kita. Gambaran ini juga adalah perhubungan di antara hamba dengan Tuhan. Saidina Ali r.a berkata, “Jika aku tidak dibentuk oleh Tuhanku aku tidak akan mengenal-Nya”.
Bagi pembentukan kerohanian, seseorang itu memerlukan petunjuk, bimbingan dan teladan daripada pembimbing yang masih hidup. Guru-guru yang menjadi pembimbing adalah nab-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah yang mewarisi kebijaksanaan nabi-nabi. Melalui pengajaran mereka hati dan diri seseorang diterangi cahaya, menerangi perjalanan mereka. Murid menemui roh yang diilhamkan di dalam dirinya melalui mereka yang menjadi guru kerohanian tersebut.
“Dia jualah yang tinggi darjat-Nya, yang memiliki arasy. Dia kirimkan roh (dari perintah-Nya) kepada sesiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya buat Dia ancam dengan hari pertemuan”. (Surah Mukmin, ayat 15).
Untuk keselamatan hati kamu mestilah mendapatkan guru yang mengilhamkan kamu dengan roh itu.
Imam al-Ghazali berkata, “Tidak menjadi kesalahan bagi seseorang melihat Allah dalam mimpinya sebagai gambaran yang indah. Gambaran itu adalah symbol menurut peringkat kerohanian seseorang. Apa yang dilihat tentu sekali bukan Zat Yang Maha Suci yang tidak serupa dengan sesuatu. Begitu juga Nabi s.a.w tidak dapat dilihat dalam rupa baginda yang asli, kecuali mereka yang menjadi waris kepada hikmah kebijaksanaan baginda, ilmu dan amalan baginda, dan yang mengikuti baginda secara keseluruhan. Yang lain, bila mereka mimpikan Rasulullah s.a.w, mimpikan simbol menurut kemampuan dan suasana mereka, tetapi mereka tidak sebenarnya melihat baginda”.
Kata qil (kata orang bijak pandai), “Dibolehkan melihat Allah di dalam mimpi sebagai cahaya atau rupa manusia”. Dia menyatakan Diri-Nya dalam bentuk sifat-sifat-Nya. Kepada Nabi Musa a.s Dia kelihatan sebagai api pada pokok jujube yang terbakar. Itu adalah penzahiran tentang Kalam Suci yang Nabi Musa a.s dengan sebagai Belukar Terbakar, mengatakan,“Wahai Musa, apakah di tangan kamu?’ (Surah Ta Ha, ayat 15).
Apa yang kelihatan kepada Musa a.s sebagai api adalah cahaya Ilahi. Dia melihatnya sebagai api menurut peringkat dan hasratnya, kerana dia sedang mencari api. Bagi manusia, peringkat kewujudan terendah pada dirinya ialah tumbuh-tumbuhan, kemudian haiwan. Apakah yang ganjil jika manusia yang telah menyucikan dirinya daripada tahap-tahap rendah itu sehingga menjadi manusia sempurna, melihat kenyataan Tuhan dizahirkan sebagai Belukar Terbakar. Bagi manusia sempurna yang lain Allah menzahirkan Kalam-Nya sebagai perkataan mereka sendiri, keluar daripada mulut mereka. Bayazid al-Bustami berkata, “Zatku adalah Yang Maha Mulia. Betapa besarnya kemuliaan daku”. Kalam Suci keluar daripada mulut Junaid al-Baghdadi, “Tiada yang lain kecuali Allah di dalam jubahku”. Terdapat rahsia-rahsia besar di dalam peringkat seperti ini yang dicapai oleh manusia sempurna. Terlalu sukar untuk menerangkannya dan terlalu panjang untuk menghuraikannya. Ia hanya berkaitan dengan mereka yang menghabiskan hayatnya mengejar ilmu batin.
Untuk menjadi penerima penzahiran Ilahi dan untuk berhubung dengan roh Nabi s.a.w, seseorang mesti diajar dan dididik dan dibawa ke peringkat kerohanian tersebut. Orang yang baharu memasuki perjalanan kerohanian tidak boleh berharap dapat berhubung dengan Allah dan Rasul-Nya. Di antara guru yang suci yang hampir dengan Allah dan Rasul-Nya ada hubungan yang mengatasi zahiriah. Jika Nabi s.a.w masih hidup seseorang boleh mengambil ilmu secara langsung daripada baginda dan tidak perlulah kepada perantaraan. Tetapi oleh kerana baginda sudah wafat dan berpindah kepada alam baqa, baginda berpisah dengan keadaan keduniaan dan kebendaan. Jadi, seseorang tidak dapat berhubung secara langsung dengan baginda. Hal yang sama juga terjadi pada guru yang benar. Bila mereka meninggal dunia orang ramai tidak boleh lagi belajar dengan mereka.
Kamu akan faham jika kamu mempunyai pengertian yang mendalam, jika kamu mencari bukan untuk menjadi luar biasa. Mencari untuk memperolehi kefahaman ini dengan renungan mendalam, agar kamu melepasi kegelapan ego diri kamu dengan cahaya yang dinyalakan. Kamu perlu cahaya untuk melihat, untuk mengerti. Kamu tidak boleh melihat di dalam kegelapan. Cahaya itu hanya jatuh pada tempat yang sesuai, yang teratur dan suci, tempat yang mulia. Orang yang baharu, dengan dirinya sendiri, tidak dapat meletakkan dirinya dalam kesesuaian dan sebab itu memerlukan guru.
Guru yang masih hidup mestilah ada hubungan dengan Nabi s.a.w – iaitu jika dia benar-benar pewaris suasana Nabi s.a.w. Dalam perjalanannya dia menerima bimbingan daripada Nabi s.a.w dan diajarkan untuk menjadi hamba Allah yang sabar. Dengan bantuan ini dia menjadi alat bagi penerusan jalan batin. Selebihnya adalah rahsia. Hanya orang yang layak mengalaminya akan mengalaminya.
“Bagi Allah jualah kemuliaan dan bagi Rasul-Nya dan bagi orang mukmin”. (Surah Munafiquun, ayat 8).
Suasana yang mulia ini adalah rahsia.
Latihan kerohanian bukanlah perkara mudah. Roh kebendaan berada di dalam tubuh dan dilatih dengannya. Tempat roh kerohanian di dalam hati. Tempat roh sultan adalah pusat hati. Tempat roh kudus (roh suci) adalah rahsia. Rahsia itu adalah jalan yang menghubungkan yang hak dengan orang yang beriman. Ia adalah juru bahasa, menterjemahkan yang hak kepada si pencari, kerana rahsia itu kepunyaan Allah, adalah hampir dengan-Nya dan amanah-Nya.
Ada juga mimpi akibat kelakuan buruk. Ia menunjukkan sifat-sifat ego yang menguasai atau kesedaran terhadap kesalahan tetapi dia tidak mampu menghentikannya.
Malah dalam suasana yang lebih baik bila seseorang diingatkan oleh Allah tentang kesalahan dan dosanya dia mimpikan haiwan liar seperti harimau dan singa, serigala dan beruang, anjing dan babi jantan, dan haiwan-haiwan kecil – musang, arnab, kucing ular, kala jengking dan haiwan yang memakan daging dan juga haiwan berbisa, haiwan yang merosakkan.,
Untuk menyatakan sebahagian kecil kejahatan yang ditunjukkan oleh gambaran-gambaran itu: Harimau adalah simbol; ujub dan besar diri serta takabur yang sampai kepada peringkat angkuh dengan Allah:
“Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan tidak mahu terima dia, maka tidak akan dibuka pintu-pintu langit dan tidak akan mereka masuk syurga sehingga unta boleh masuk ke lubang jarum”. (Surah al-A’raaf, ayat 40).
Hukuman yang sama juga bagi mereka yang angkuh dengan sesama manusia.
Serigala adalah simbol kasihkan diri yang melampau dan inginkan pujian. Beruang melambangkan kemarahan dan keberangan dan kezaliman ke atas orang yang dia kuasai. Serigala melambangkan kerakusan tanpa memperdulikan haram dan halal, bersih atau kotor. Anjing melambangkan kasihkan dunia dan huru harinya. Babi melambangkan kedinginan, cita-cita tinggi, berendam dan hawa nafsu yang kuat. Musang menunjukkan penipuan, pembohongan, menipu dalam urusan dunia. Arnab menunjukkan kelakuan yang sama, kecuali dilakukan secara tidak sedar dan dalam kelalaian. Harimau bintang – usaha yang digunakan tanpa pertimbangan dan menyakitkan hati, juga ingin menjadi terkenal. Kucing – kebakhilan dan memutar belit. Ular – berbohong, mengata-ngata, membuat tuduhan palsu dan menyakitkan orang lain dengan perkataannya. Kala jengking – kritik yang tidak sihat, mempersendakan orang dan tidak menerima mereka. Tebuan – bahasa kesat yang menyakitkan hati orang.
Jika seseorang bermimpi berlawan dengan salah satu daripada haiwan tersebut tetapi tidak dapat mengalahkannya dia perlu memperkuatkan lagi usaha, ibadat dan ingatan secara sedar, sehingga sekali pukul binatang itu dapat dihapuskan. Jika bermimpi membunuh binatang itu bermakna dia telah berhenti melakukan kesalahan dan menyakitkan hati orang lain. Allah berfirman:
“Dia akan hapuskan daripada mereka kejahatan dan Dia akan perbaiki keadaan mereka”. (Surah Muhammad, ayat 2).
Jika dia bermimpi salah satu daripada binatang itu berubah menjadi manusia itu tandanya suasananya yang salah dahulu telah diperbetulkannya dan taubatnya diterima, kerana tanda sebenar taubat diterima ialah ketidak-upayaan melakukan kesalahan yang sama.
“Kecuali orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan akal salih, maka mereka itu Allah tukarkan kejahatan mereka dengan kebaikan…” (Surah al-Furqaan, ayat 70).
Bila seseorang diselamatkan daripada kejahatan dan kesalahan dia mesti menjaganya sungguh-sungguh, jangan berasa sudah selamat, kerana hawa nafsu dan ego mendapat kembali kekuatannya melalui ingatan yang sedikit terhadap keingkaran, bangkangan dan kejahatan, dan membawa seseorang kembali kepada cara lama. Suasana roh yang sejahtera dengan mudah akan hilang. Tujuan Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya menahan diri daripada yang haram adalah mengwujudkan amaran yang berterusan untuk menjaga seseorang agar sentiasa berwaspada.
Ego jahat yang memerintah kadang-kadang kelihatan dalam mimpi sebagai orang kafir; diri yang mengkritik diri sendiri boleh kelihatan sebagai orang Yahudi; diri yang berperangsang kadang-kadang kelihatan sebagai orang Kristian.
Do'a dan Dzikir Berhubungan dengan Jalan Suluk
Do'a dan Dzikir Berhubungan dengan Jalan Suluk
Setiap malam, ketika tengah malam, salik mestilah bangun untuk mengerjakan sembahyang tahajjud, yang bermaksud suasana jaga sepenuhnya di tengah-tengah tidur. Sembahyang tahajjud membawa symbol kebangkitan setelah mati. Bila seseorang berjaya bangun untuk melakukan sembahyang tahajjud dia adalah Pemilik hatinya dan pemikirannya bersih. Agar suasana jaga ini tidak rosak dia tidak seharusnya melibatkan diri dengan kegiatan harian seperti makan dan minum.
Sebaik sahaja bangun dengan menyedari dibangkitkan daripada kelalaian kepada kesedaran, ucapkan:
“Alhamduli-Llahi ahyani ba’da ma amatani wa-ilaihin-nusyur- Segala puji bagi Allah yang membangkitkan daku setelah mengambil hidupku. Selepas mati semua akan dibangkitkan dan kembali kepada-Nya”.
Kemudian bacakan sepuluh ayat terakhir surah al-‘Imraan, iaitu ayat 190 – 200. Selepas itu mengambil wuduk dan berdoa:
“Kemenangan untuk Allah! Segala puji untuk-Mu. Tidak ada yang lain daripada-Mu yang layak menerima ibadat. Daku bertaubat dari dosaku. Ampuni dosaku, maafkan kehadiranku, terimalah taubatku. Engkau Maha Pengampun, Engkau suka memaafkan. Wahai Tuhanku! Masukkan daku ke dalam golongan mereka yang menyedari kesalahan mereka dan masukkan daku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih yang memiliki kesabaran, yang bersyukur, yang mengingati Engkau dan yang memuji Engkau malam dan siang”.
Kemudian dongakkan pandangan ke langit dan buat pengakuan:
“Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah, Esa, tiada sekutu, dan aku naik saksi Muhamamd adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Daku berlindung dengan keampunan-Mu daripada azab-Mu. Daku berlindung dengan keredaan-Mu daripada murka-Mu. Daku berlindung dengan-Mu daripada-Mu. Aku tidak mampu mengenali-Mu sebagaimana Engkau kenali Diri-Mu. Aku tidak mampu memuji-Mu selayaknya. Daku adalah hamba-Mu, daku adalah anak kepada hamba-Mu. Dahiku yang di atasnya Engkau tuliskan takdir adalah dalam tangan-Mu. Perintah-Mu berlari menerusi daku. Apa yang Engkau tentukan untukku adalah baik bagiku. Daku serahkan kepada-Mu tanganku dan kekuatan yang Engkau letakkan padanya. Daku buka diriku di hadapan-Mu, mendedahkan semua dosaku. Tiada Tuhan kecuali Engkau, dan Engkau Maha Pengampun, aku yang zalim, aku yang berbuat kejahatan, daku menzalimi diriku. Untukku kerana daku adalah hamba-Mu ampunkan dosa-dosaku. Engkau jualah Tuhan, hanya Engkau yang boleh mengampunkan”.
Kemudian menghadap ke arah kiblat dan ucapkan:
“Allah Maha Besar! Segala puji untuk-Nya. Aku ingat dan membesarkan-Nya”.
Kemudian ucapkan sepuluh kali:
“Segala kemenangan buat Allah”.
Kemudian ucapkan sepuluh kali:
“Segala puji dan syukur untuk Allah”.
Kemudian ucapkan sepuluh kali:
“Tiada Tuhan melainkan Allah”.
Kemudian lakukan sembahyang sepuluh rakaat, dua rakaat satu salam. Nabi s.a.w bersabda, “Sembahyang malam dua, dua”. Allah memuji orang yang bersembahyang malam.
“Dan di sebahagian malam hendaklah engkau sembahyang tahajjud sebagai sembahyang sunat untukmu, supaya Tuhanmu bangkitkan kamu di satu tempat yang terpuji”. (Surah Bani Israil, ayat 79).
“Renggang rusuk-rusuk mereka dari tempat tidur, dalam keadaan menyeru Tuhan mereka dengan takut dan penuh harapan, dan sebahagian daripada apa yang Kami kurniakan itu mereka belanjakan”. (Surah as-Sajadah, ayat 16 & 17).
Kemudian pada akhir malam bangun semula untuk mengerjakan sembahyang witir tiga rakaat, sembahyang yang menutup semua sembahyang-sembahyang pada hari itu. Pada rakaat ketiga selepas al-Faatihah bacakan satu surah dari Quran, kemudian angkatkan tangan seperti pada permulaan sembahyang sambil ucapkan “Allahu Akbar!” dan bacakan doa qunut. Kemudian selesaikan sembahyang seperti biasa.
Setelah matahari terbit orang yang di dalam suluk perlu melakukan sembahyang isyraq, sembahyang yang menerangi, dua rakaat. Selepas itu melakukan sembahyang istihadha’ dua rakaat, mencari perlindungan dan keselamatan daripada syaitan. Pada rakaat pertama selepas al-Faatihah bacakan surah al-Falaq. Dalam rakaat kedua selepas al-Faatihah bacakan surah an-Nas.
Bagi mempersiapkan diri untuk hari itu lakukan sembahyang sunat istikharah, sembahyang meminta petunjuk Allah untuk keputusan yang benar pada hari itu. Pada tiap rakaat selepas al-Faatihah bacakan ayat al-Kursi. Kemudian tujuh kali surah al-Ikhlas. Kemudian pagi itu lakukan sembahyang dhuha, sembahyang kesalihan dan kedamaian hati. Lakukan enam rakaat. Bacakan surah asy-Syams dan surah ad-Dhuha. Sembahyang dhuha diikuti oleh dua rakaat kaffarat, sembahyang penebusan terhadap kekotoran yang mengenai seseorang tanpa boleh dielakkan atau disedari. Tersentuh dengan kekotoran walaupun secara tidak sengaja masih berdosa, boleh dihukum. Ini boleh berlaku walaupun di dalam suluk, misalnya melalui keperluan tubuh badan. Nabi s.a.w bersabda, “Jaga-jaga dari najis – walaupun ketika kamu kencing, satu titik tidak mengenai kamu – kerana ia adalah keseksaan di dalam kubur”. Setiap rakaat, selepas membaca al-Faatihah bacakan surah al-Kausar tujuh kali.
Satu lagi sembahyang – panjang, walaupun empat rakaat – harus dilakukan dalam satu hari semasa khalwat atau suluk. Ini adalah sembahyang tasbih – sembahyang penyucian atau pemujaan. Jika seseorang itu mengikuti mazhab Hanafi dia melakukannya empat rakaat satu salam. Jika dia berfahaman Syafi’e dilakukannya dua rakaat satu salam, dua kali. Ini jika dilakukan di siang hari. Jika dilakukan malam hari Hanafi dan Syafi’e sependapat, dua rakaat satu salam, dua kali.
Nabi s.a.w memberitahu mengenai sembahyang ini kepada bapa saudara baginda, Ibnu Abbas, “Wahai bapa saudaraku yang ku kasihi. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu satu pemberian. Perhatikanlah aku akan Sampaikan kepada kamu satu yang sangat baik. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu kehidupan dan harapan baharu. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu sesuatu yang bernilai sepuluh daripada perbuatan-perbuatan yang baik. Jika kamu kerjakan apa yang aku beritahu dan ajarkan kepada kamu Allah akan ampunkan dosa-dosa kamu yang lalu dan yang akan datang, yang lama dan yang baharu, yang kecil dan yang besar. Lakukan secara diketahui atau tidak diketahui, secara tersembunyi atau terbuka”.
“Engkau kerjakan sembahyang empat rakaat. Pada tiap-tiap rakaat selepas al-Faatihah kamu bacakan satu surah dari Quran. Ketika kamu berdiri bacakan lima belas kali:
Subhana Llahi il-hamdu li-Llahi la ilaha illa Llahu wa-Llahu akbar, wa-la hawla wa-la quwwata illa billahil l-‘Ali I-‘Azim. Bila kamu rukuk, tangan di atas lutut, bacakan sepuluh kali. Ketika berdiri ulanginya sepuluh kali lagi. Ketika kamu sujud bacakan sepuluh kali. Bila kamu bangun dari sujud bacakan sepuluh kali. Ketika duduk bacakan sepuluh kali. Sujud semula bacakan sepuluh kali. Duduk semula bacakan sepuluh kali. Kemudian bangun untuk rakaat kedua. Lakukan serupa untuk rakaat yang lain sehingga empat rakaat”.
“Jika kamu mampu lakukan sembahyang ini setiap hari. Jika tidak lakukan sekali sebulan. Jika tidak mampu juga lakukan sekali setahun. Jika masih tidak mampu lakukan sekali seumur hidup”.
Jadi, empat rakaat itu tasbih diucapkan sebanyak tiga ratus kali. Sebagaimana Nabi s.a.w ajarkan kepada bapa saudara baginda Ibnu Abbas, dianjurkan juga kepada orang yang bersuluk melakukan sembahyang tersebut.
Selain daripada tugas tersebut orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca Quran sekurang-kurangnya sebanyak 200 ayat sehari. Dia juga hendaklah mengingati Allah secara terus menerus dan menurut suasana rohani, samada menyebut nama-nama-Nya yang indah secara kuat atau senyap di dalam hati. Ingatan di dalam hati secara senyap hanya bermula bila hati kembali jaga dan hidup. Bahasa zikir ini adalah perkataan rahsia yang tersembunyi.
Setiap orang mengingati Allah menurut keupayaan masing-masing. Allah berfirman:
“Hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu”. (Surah al-Baqarah, ayat 198).
Ingatlah kepada-Nya menurut kemampuan kamu. Pada setiap tahap kerohanian ingatan itu berbeza-beza. Ia mempunyai satu nama lagi, ia mempunyai satu sifat lagi, satu cara lagi. Hanya orang yang ditahap itu tahu zikir yang sesuai.
Orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca surah al-Ikhlas seratus kali sehari. Perlu juga membaca Selawat seratus kali sehari. Dia juga perlu membaca doa ini sebanyak seratus kali:
“Astaghfiru Llah al-‘Azim, la ilaha illa Huwa l-Hayy ul-Qayyum – mimma qaddamtu wa-ma akhkhartu wa-ma ‘alantu wa-ma asrartu wa-ma anta a’lamu bihi minni. Anta l-Muqaddimu wa-antal Muakhkhiru wa-anta ‘ala kulli syai in Qadir”.
Masa yang selebihnya setelah dilakukan ibadat-ibadat yang telah dinyatakan, gunakan untuk membaca Quran dan lain-lain pekerjaan ibadat.
Khalwat dan Suluk
Khalwat dan Suluk
Bila seseorang memutuskan demikian niatnya mestilah ikhlas. Dalam satu segi dia seumpama meletakkan dirinya di dalam kubur, dalam keadaan mati, mengharapkan semata-mata keredaan Allah, berhasrat dalam hatinya melahirkan yang asli dan beriman, yang boleh lahir daripada kewujudannya yang hina ini. Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah yang orang lain selamat daripada tangan dan lidahnya”.
Dia mengikat lidahnya dari berkata yang sia-sia kerana Nabi s.a.w bersabda, “Keselamatan manusia datang dari lidah dan kebinasaannya juga dari lidah”. Dia menutupkan matanya daripada yang diharamkan agar pandangannya yang khianat dan menipu daya tidak jatuh ke atas apa yang dimiliki oleh orang lain. Dia menutup telinganya dari mendengar pembohongan dan kejahatan, dan mengikat kakinya, membelenggunya dari pergi kepada dosa.
Nabi s.a.w bersabda menceritakan setiap anggota badan boleh melakukan dosa sendirian, “Mata boleh berzina”. Bila salah satu daripada pancaindera berdosa satu makhluk hitam yang hodoh diciptakan daripadanya dan pada hari pembalasan ia menjadi saksi terhadap dosa yang kamu lakukan. Kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.
Tuhan memuji orang yang menghindarkan dirinya daripada kesalahan kerana yang demikian merupakan penyesalan yang sebenar, taubat yang kuat.
“Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menegah diri daripada hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurga itu tempat kembalinya”. (Surah an-Naazi’aat, ayat 40 & 41).
Orang yang takutkan Tuhannya dan bertaubat, mengeluarkan kewujudannya yang hina daripada yang beriman dan mengeluarkan keburukannya daripada imannya, ditukarkan di dalam khalwatnya, sehingga jadilah ia jejaka tampan. Kewujudan yang elok ini menjadi khadam kepada penghuni syurga.
Mengasingkan diri adalah benteng menghalang musuh bagi dosa diri sendiri dan kesalahan. Di dalamnya, sendirian, seseorang terpelihara di dalam kesucian. Firman Allah:
“Barangsiapa percaya akan pertemuan Tuhannya hendaklah ia kerjakan amal salih dan janganlah ia sekutukan seseorang jua dalam ibadat kepada Tuhannya”. (Surah al-Kahfi, ayat 110).
Semua yang diceritakan hingga kini adalah maksud bagi suasana khalwat zahir. Maksud khalwat batin pula ialah mengeluarkan dari hati walaupun hanya memikirkan hal keduniaan, kejahatan dan ego, meninggalkan makan, minum. Harta, keluarga, isteri, anak-anak dan perhatian serta kasih sayang semuanya.
Anggapan orang lain melihat atau mendengar tentangnya jangan masuk kepada khalwat ini. Nabi s.a.w bersabda, “Kebesaran dan apa yang diburunya adalah bala, dan melarikan diri daripada kebesaran dan mengharapkan pujian orang dan apa yang dibawanya adalah keselamatan.”. Orang yang bercadang memasuki khalwat batin mestilah menutupi hatinya daripada kemegahan, sombong, takabur, marah, dengki, khianat dan yang seumpamanya. Jika sebarang perasaan yang demikian masuk kepadanya di dalam khalwatnya hatinya menjadi terikat. Ia tidak lagi terlepas daripada dunia dan khalwat demikian tidak berguna. Sekali kekotoran memasuki hati ia kehilangan kesuciannya dan semua kebaikan terbatal.
“Apa yang kamu bawa itu sihir, sesungguhnya Allah akan membatalkannya (kerana) Allah itu tidak membaguskan amal orang-orang yang berbuat bencana”. (Surah Yunus, ayat 81).
Walaupun perbuatan seseorang itu kelihatan bagus pada pandangan orang lain, bila sifat-sifat buruk memasukinya, orang itu dianggap berlaku khianat dan menipu dirinya sendiri dan juga orang lain. Nabi s.a.w bersabda, “Sombong dan takabur mencemarkan iman. Fitnah dan umpatan lebih buruk dari dosa zina”. Juga, “Sebagaimana api membakar kayu dendam membakar dan menghapuskan perbuatan baik seseorang”. Juga, “Fitnah itu tidur, laknati ke atas siapa yang mengejutkannya”. Juga, “Orang yang bakhil tidak masuk syurga walaupun dia habiskan umurnya dengan ibadat”. Juga, “Kepura-puraan adalah bentuk sembunyi mengadakan sekutu bagi Tuhan”. Juga, “Syurga menolak orang yang menolak orang lain”.
Banyak lagi tanda-tanda sifat buruk yang dikutuk oleh Rasulullah s.a.w. Apa yang dinyatakan sudah memadai untuk menunjukkan kepada kita bahawa dunia ini adalah tempat yang memerlukan berterusan di dalam berhati-hati dan berwaspada, perlu berjalan melaluinya dengan penuh cermat dan perhatian. Matlamat pertama jalan kerohanian ialah menyucikan hati dan langkah untuk memperolehinya ialah membenteras keegoan dan keinginan hawa nafsu. Di dalam khalwat, dengan berdiam diri, bertafakur dan berzikir terus menerus, ego seseorang diperbaiki. Kemudian Allah Yang Maha Tinggi menjadikan hati seseorang itu bercahaya.
Tiada yang dilakukan di dalam khalwat secara perbuatan sendiri. Apa yang perlu ialah cinta, ikhlas dan keyakinan yang sebenar. Cara ini bukan cara orang tersebut sendiri. Dia menuruti cara para sahabat Rasulullah s.a.w, cara orang-orang yang mengikuti mereka dan cara orang yang mengetahui cara mereka dan mengikutinya.
Bila orang yang yakin berada pada jalan ini menurut jalan taubat, ilham dan menyucikan hatinya, Allah mencabut dari hatinya dan dirinya segala yang merosakkan dan yang keji dan melindunginya agar dia tidak kembali kepadanya. Wajahnya akan menjadi cantik; perasaannya, samada dipendamkan atau dizahirkan, menjadi tulen. Apa sahaja yang dia lakukan dilakukannya dengan cara yang terpuji kerana dia berada di dalam kehadiran Ilahi. “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. Jadi, Allah menjaganya. Allah menerima doanya, kerinduannya dan puji-pujiannya dan mengabulkan segala keinginannya.
“Barangsiapa mahukan kemuliaan maka bagi Allah jualah semua kemuliaan. Kepada-Nya naik perkataan yang baik, amal yang salih itu Dia angkat”. (Surah Fatir, ayat 10).
Perkataan yang baik menyelamatkan lidah daripada perkataan yang sia-sia. Lidah adalah alat yang baik untuk memuji Tuhan, mengulangi nama-nama-Nya yang indah, memperakui keesaan-Nya. Allah memberi amaran terhadap perkataan yang sia-sia:
“Tidak sekali-kali! Sesungguhnya yang demikian perkataan yang ia ucapkan padahal di belakang mereka satu dinding hingga hari mereka dibangkitkan (mereka tidak benar dalam perkataan mereka)”. (Surah Mukminuun, ayat 100).
Allah mengurniakan keampunan-Nya, kasihan belas-Nya kepada orang yang belajar dan mengamalkannya dengan niat yang baik. Dia membawanya hampir dengan membawanya kepada darjat yang lebih tinggi. Dia reda kepadanya, Dia maafkan kesalahannya.
Bila seseorang telah dinaikkan kepada darjat itu hatinya menjadi seperti laut. Bentuk dan warna laut itu tidak berubah kerana sedikit Kekejaman dan penganiayaan yang orang ramai Buangkan kepadanya. Nabi s.a.w bersabda, “Jadilah seperti laut yang tidak berubah, tetapi di dalamnya tentera gelap (ego) kamu akan lemas”, seperti Firaun lemas di dalam Laut Merah. Dalam lautan itu kapal agama timbul dengan selamat dan sejahtera, ia berlayar di dalam lautan yang luas itu. Roh orang yang di dalam khalwat terjun ke dasarnya untuk mendapatkan mutiara kebenaran, membawa ke permukaan mutiara kebijaksanaan (makrifat) dari batu karang budi pekerti dan menyebarkannya ke tempat yang jauh. Firman Allah:
“Keluar daripadanya mutiara dan marjan (batu karang)”. (Surah ar-Rahmaan, ayat 22).
Untuk memelihara lautan tersebut zahir kamu mestilah sama dengan batin kamu, diri kamu mestilah sama dengan apa yang kelihatan pada diri kamu. Suasana zahir dan suasana batin kamu mestilah satu. Bila ini terjadi, tiada lagi penipuan, hasutan atau kekacauan di dalam laut hati kamu. Tiada ribut nakal yang boleh memabukkan di dalam lautan yang tenang itu. Orang yang memperolehi suasana tersebut berada di dalam keadaan taubat sepenuhnya; ilmunya luas dan bermanfaat, perbuatannya semuanya adalah khidmat untuk orang lain, hatinya tidak mengalir kepada kejahatan. Jika dia tersilap atau lupa dia dimaafkan kerana dia ingat bila dia lupa dan bertaubat bila dia bersalah. Dia berada dalam kehampiran dengan Allah dan dirinya sendiri.
Menyaksikan yang Haq Melaui Susana Kedamaian yang Datang dari Pelepasan Segala Keduniaan
Banyak ayat-ayat dan hadis-hadis serta perkhabaran daripada wali-wali menceritakan suasana ini.
“Dan apakah orang yang Allah luaskan dadanya kepada Islam, iaitu ia berjalan atas nur dari Tuhannya (sama dengan yang beku hatinya?). Maka kecelakaan (adalah) bagi mereka yang beku hatinya dari mengingat Allah. Mereka itu (adalah) dalam kesesatan yang nyata. Allah telah turunkan sebaik-baik perkataan, kitab yang sebahagiannya menyerupai sebahagiannya, yang diulang-ulangkan, yang seram lantarannya kulit-kulit badan orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian jadi lemas kulit-kulit mereka dan hati-hati mereka kepada mengingat Allah. Yang demikian itu pimpiman Tuhan, yang Ia pimpin dengannya siapa yang Ia kehendaki, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidaklah ada baginya sebarang pimpinan”. (Surah az-Zummar, ayat 22 & 23).
Junaid al-Baghdadi berkata, “Bila zauk (keghairahan) bertemu dengan kenyataan Ilahi di dalam diri seseorang, dia itu berada di dalam keadaan samada kelazatan yang amat sangat atau keharuman yang mendalam”.
Ada dua jenis zauk: zauk lahiriah dan zauk rohaniah. Zauk lahiriah adalah hasil daripada ego diri. Ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah. Ia dipengaruhi oleh pancaindera. Sering kali ianya kepura-puraan, berlaku agar dilihat atau diketahui oleh orang lain. Zauk jenis ini tidak berharga sedikit pun kerana ianya disengajakan, dengan kehendak atau niat: orang yang mengalaminya masih merasakan yang dia boleh berbuat dan memilih (tidak ada fana padanya). Tidak guna menganggap penting pengalaman yang demikian.
Zauk kerohanian, Bagaimanapun, keseluruhannya berbeza, suasana yang dihasilkan oleh pengaliran tenaga kerohanian yang melimpah ruah. Secara biasa, pengaruh luar – seperti puisi yang indah yang dibaca, atau Quran dibaca dengan suara yang merdu, atau keghairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi – boleh mengakibatkan peningkatan kerohanian. Ini berlaku kerana pada ketika itu penentangan lahiriah seseorang dihapuskan, kehendak dan kekuatan akal untuk memilih diatasi. Bila kekuatan badan dan fikiran sudah dilemahkan suasana zauk adalah semata-mata bersifat kerohanian. Meneruskan perjalanan dengan pengalaman yang demikian sangat besar gunanya bagi seseorang.
“Dan orang yang menjauhi berhala-hala daripada menyembahnya dan kembali kepada Allah adalah bagi mereka khabar yang menggirangkan. Oleh itu girangkanlah hamba-hamba-Ku. Yang mendengar perkataan lalu menurut yang sebaik-baiknya. Merekalah orang-orang yang dipimpin oleh Allah dan mereka itu ialah orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Surah az-Zumar, ayat 17 & 18).
Nyanyian merdu burung-burung, keluhan pencinta, adalah sebahagian daripada penyebab luar yang menggerakkan tenaga kerohanian. Dalam suasana tenaga kerohanian yang demikian syaitan dan ego tidak boleh campur tangan; iblis bertindak di dalam alam kegelapan perbuatan-perbuatan yang muncul daripada ego diri dan tidak boleh berbuat apa-apa di dalam alam kemurahan dan keampunan yang bercahaya. Dalam alam kemurahan dan keampunan Allah, syaitan menjadi cair laksana garam di dalam air, sama seperti ia hilang apabila dibaca:
“La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim” – Tiada daya dan upaya melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Mulia.
Pengaruh-pengaruh yang merangsangkan zauk kerohanian diterangkan oleh hadis, “Ayat-ayat Quran, puisi yang berhikmah dan ajaib mengenai cinta dan bunyi serta suara kerinduan menyalakan wajah roh”.
Zauk sebenar adalah hubungan cahaya dengan cahaya bila roh insan bertemu dengan cahaya Ilahi. Allah berfirman:
“Yang suci untuk yang suci pula”. (Surah an-Nuur, ayat 26).
Jika zauk datang dari rangsangan ego dan syaitan tiada cahaya di sana. Di sana hanya ada kegelapan tanpa cahaya, ragu-ragu, penafian dan kekeliruan. Kegelapan menjadi bapa kepada kegelapan. Dalam bahagian roh dan jiwa, ego tidak ada bahagian. Firman Tuhan:
“Yang tidak suci untuk yang tidak suci pula”. (Surah an-Nuur, ayat 26).
Penzahiran suasana zauk ada dua jenis: penzahiran zauk lahiriah yang bergantung kepada kehendak diri sendiri dan penzahiran zauk kerohanian yang di luar pilihan dan kehendak seseorang. Dalam kes pertama yang nyata ialah disengajakan. Jika seseorang menggeletar, bergoyang dan meraung walaupun bukan di bawah pengaruh kesakitan atau gangguan dalam tubuh, ia tidak dianggap sah. Apa yang sah ialah perubahan yang nyata pada keadaan lahiriah yang tidak disengajakan dan disebabkan oleh keadaan batin seseorang.
Penzahiran yang tidak disengajakan adalah akibat tenaga kerohanian yang tidak dapat dikawal oleh seseorang. Rohnya yang di dalam zauk mengatasi pancaindera. Ia adalah umpama keadaan meracau orang yang demam panas, agak tidak mungkin mencegah orang yang demikian daripada terketar-ketar, bergoyang dan menjadi kaku di dalam meracau itu kerana dia tidak ada kuasa terhadap penzahiran yang keluar atau berlaku kepadanya itu. Begitu juga bila tenaga kerohanian membesar sehingga mengalahkan kehendak, fikiran dan tubuh badan, zauk yang lahir daripada yang demikian adalah benar, jujur dan bersifat kerohanian. Keadaan zauk kerohanian yang demikian, yang di masuki oleh para sahabat akrab Allah di dalam melakukan pergerakan dan pusingan pada upacara mereka, adalah cara untuk menimbulkan keghairahan dan dorongan pada hati mereka. Ini adalah makanan bagi mereka yang mengasihi Allah; ia memberikan tenaga di dalam perjalanan mereka yang sukar dalam mencari yang hak. Nabi s.a.w bersabda,
“Upacara keghairahan yang dilakukan oleh para pencinta Allah, tarian dan nyanyian mereka, merupakan kewajipan bagi sebahagian, dan bagi sebahagian yang lain adalah harus sementara bagi yang lain pula adalah bidaah. Ia adalah kewajipan bagi manusia yang sempurna, harus bagi kekasih Allah dan bagi yang lalai adalah bidaah”. Dan, “Adalah sifat yang tidak sihat bagi orang yang tidak merasa kelazatan berada bersama kekasih Allah: puisi orang arif yang mereka nyanyikan, musim bunga, warna dan keharuman bunga, burung dan nyanyiannya”.
Orang yang lalai, yang menganggapkan mencari zauk kerohanian sebagai bidaah, orang yang tidak sihat sifatnya yang tidak dapat menikmati kelazatan yang indah, adalah sakit dan tidak ada penawar untuk penyakit ini. Mereka lebih rendah daripada burung dan haiwan, lebih rendah daripada keldai, kerana haiwan juga menikmati irama. Bila Nabi Daud a.s melagukan suaranya burung-burung terbang di sekelilingnya untuk menikmati kemerduan suaranya. Nabi Daud a.s berkata, “Orang yang tidak mengalami keghairahan tidak dapat merasai agamanya”.
Terdapat sepuluh suasana zauk. Sebahagiannya ketara dan tanda-tandanya kelihatan kepada orang lain, seperti kesedaran rohani dan berzikir mengingati Allah dan membaca Quran dengan senyap. Menangis, merasai penyesalan yang mendalam, takutkan azab Allah, kerinduan dan kesayuan, malu terhadap kelalaian diri; apabila seseorang menjadi pucat atau mukanya berseri-seri kerana keghairahan daripada suasana dalaman dan kejadian di sekelilingnya, membara dengan kerinduan terhadap Allah – semua ini dan semua keganjilan pada lahiriah dan rohaniah yang dihasilkan oleh perkara-perkara tersebut adalah tanda-tanda zauk atau keghairahan.
Hajji
Hajji
“Sempurnakan hajji dan umrah kerana Allah”. (Surah al-Baqarah, ayat 196).
Bila semua itu telah selesai banyak daripada hubungan keduniaan yang ditegah semasa pekerjaan hajji dibolehkan semula. Sebagai tanda selesainya pekerjaan hajji seseorang itu melakukan tawaf terakhir sekali sebelum kembali kepada kehidupan harian.
Ganjaran untuk orang yang mengerjakan hajji dinyatakan oleh Allah dengan firman-Nya:
“Dan barangsiapa masuk ke dalamnya amanlah ia, dan kerana Allah (wajib) atas manusia pergi ke rumah itu bagi yang berkuasa ke sana”. (Surah al-‘Imraan, ayat 97).
Orang yang sempurna ibadat hajjinya selamat daripada azab neraka. Itulah balasannya.
Pekerjaan hajji kerohanian memerlukan persiapan yang besar dan mengumpulkan keperluan-keperluan sebelum memulakan perjalanan. Langkah pertama ialah mencari juru pandu, pembimbing, guru, seorang yang dikasihi, dihormati, diharapkan dan ditaati oleh orang yang mahu menjadi murid itu. Pembimbing itulah yang akan membekalkan murid itu bagi mengerjakan hajji kerohanian, dengan segala keperluannya.
Kemudian dia mesti menyediakan hatinya. Untuk menjadikannya jaga seseorang itu perlu mengucapkan kalimah tauhid “La ilaha illa Llah” dan mengingati Allah dengan menghayati kalimah tersebut. Dengan ini hati menjadi jaga, menjadi hidup. Ia hendaklah mengingati Allah dan berterusan mengingati Allah sehingga seluruh diri batin menjadi suci bersih daripada selain Allah.
Selepas penyucian batin seseorang perlu menyebutkan nama-nama bagi sifat-sifat Allah yang akan menyalakan cahaya keindahan dan kemuliaan-Nya. Di dalam cahaya itulah seseorang itu diharapkan dapat melihat ka’abah bagi hakikat rahsia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s melakukan penyucian ini:
“Janganlah engkau sekutukan Aku dengan sesuatu apa pun dan bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang tawaf, dan yang berdiri, dan yang rukuk, dan yang sujud”. (Surah al-Hajj, ayat 26).
Sesungguhnya ka’abah zahir yang ada di Makkah dijaga dengan bersih untuk para pekerja hajji. Betapa lebih lagi kesucian yang perlu dijaga terhadap ka’abah batin yang ke atasnya hakikat akan memancar.
Selepas persediaan itu pekerja hajji batin menyelimutkan dirinya dengan roh suci, mengubah bentuk kebendaannya menjadi hakikat batin, dan melakukan tawaf ka’abah hati, mengucap di dalam hati nama Tuhan yang kedua- “ALLAH”, nama yang khusus bagi-Nya. Ia bergerak dalam bulatan kerana laluan rohani bukan lurus tetapi dalam bentuk bulatan. Akhirnya adalah permulaannya.
Kemudian ia pergi ke Padang Arafah hati, tempat batin yang merendahkan diri dan merayu kepada Tuhannya, tempat yang diharapkan seseorang dapat mengetahui rahsia “La ilaha illa Llah”, “Yang Maha Esa, tiada sekutu”. Di sana ia berdiri mengucapkan nama ketiga “HU” – bukan sendirian tetapi bersama-Nya kerana Allah berfirman:
“Dia beserta kamu walau di mana kamu berada”. (Surah al-Hadiid, ayat 4).
Kemudian dia mengucapkan nama keempat “HAQ”, nama bagi cahaya Zat Allah – dan kemudian nama kelima “HAYYUN” – hidup Ilahi tang darinya hidup yang sementara muncul. Kemudian dia menyatukan nama Ilahi Yang Hidup Kekal Abadi dengan nama keenam “QAYYUM” – Yang Wujud Sendiri, yang bergantung kepada-Nya segala kewujudan. Ini membawanya kepada Musdalifah yang di tengah-tengah hati.
Kemudian dia di bawa ke Mina, rahsia suci, intipati atau hakikat, di mana dia ucapkan nama yang ke tujuh “QAHHAR” – Yang Meliputi Semua, Maha Keras. Dengan kekuasaan nama tersebut dirinya dan kepentingan dirinya dikorbankan. Tabir keingkaran ditiupkan dan pintu kebatilan diterbangkan.
Mengenai tabir yang memisahkan yang dicipta dengan Pencipta, Nabi s.a.w bersabda, “Iman dan kufur wujud pada tempat di sebalik arasy Allah. Keduanya adalah hijab memisahkan Tuhan daripada pemandangan hamba-hamba-Nya. Satu adalah hitam dan satu lagi putih”.
Kemudian kepada roh suci dicukurkan daripada segala sifat kebendaan.
Dengan membaca nama Ilahi ke lapan “WAHHAB” – Pemberi kepada semua, tanpa batas, tanpa syarat – dia memasuki daerah suci bagi Zat. Kemudian dia mengucapkan nama kesembilan “FATTAH” – Pembuka segala yang tertutup.
Memasuki ke tempat menyerah diri di mana dia tinggal mengasingkan diri, hampir dengan Allah, dalam keakraban dengan-Nya dan jauh daripada segala yang lain, dia mengucapkan nama yang ke sepuluh “WAHID” – Yang Esa, yang tiada tara, tiada sesuatu menyamai-Nya. Di sana dia mula menyaksikan sifat Allah “SAMAD” – Yang menjadi sumber kepada segala sesuatu. Ia adalah pemandangan tanpa rupa, tanpa bentuk, tidak menyerupai sesuatu.
Kemudian tawaf terakhir bermula, tujuh pusingan yang dalam tempoh tersebut dia mengucapkan enam nama-nama yang terakhir dan ditambah dengan nama ke sebelas “AHAD” – Yang Esa. Kemudian dia minum daripada tangan keakraban Allah.
“Dan Tuhan mereka membuat mereka meminum minuman asli”. (Surah Insaan, ayat 21).
Cawan yang di dalamnya minuman ini disediakan ialah nama yang kedua belas “SAMAD” – Sumber, yang menunaikan segala hajat, satu-satunya tempat meminta tolong.
Dengan meminum dari sumber ini dia melihat semua tabir tersingkap daripada wajah keabadian. Dia mendongak melihat kepada-Nya dengan cahaya yang datang daripada-Nya. Alam ini tiada persamaan, tiada bentuk, tiada rupa. Ia tidak mampu diterangkan, diibaratkan, alam yang tidak ada mata pernah melihatnya, tiada telinga pernah mendengarnya dan tiada hati manusia yang ingat. Kalam Allah tidak didengar dengan bunyi atau dilihat dengan tulisan. Kesukaan yang tiada hati manusia boleh merasai ialah kelazatan menyaksikan hakikat Allah dan mendengar percakapan-Nya:
“Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal salih, maka mereka itu Allah akan tukarkan kejahatan-kejahatan mereka kepada kebaikan-kebaikan”. (Surah al-Furqaan, ayat 70).
Kemudian pekerja hajji itu dibebaskan daripada semua perbuatan yang daripada dirinya dan bebas daripada ketakutan dan dukacita.
“Ketahuilah sesungguhnya pembantu-pembantu Allah, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak akan mereka berdukacita”. (Surah Yunus, ayat 62).
Akhirnya tawaf selamat tinggal dilakukan dengan mengucapkan semua nama-nama Ilahi.
Kemudian pekerja hajji kembali ke rumahnya, ke tempat asalnya, bumi suci di mana Allah ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan paling indah. Ketika kembalinya itu dia mengucapkan nama kedua belas “SAMAD”, perbendaharaan yang daripadanya semua keperluan makhluk dibekalkan. Itu adalah alam kehampiran Allah. Itulah tempat kediaman pekerja hajji batin, dan ke sanalah mereka kembali.
Hanya itulah yang dapat diceritakan sekadar lidah mampu ucapkan dan akal mampu terima. Selepas itu tiada berita yang boleh diberi kerana selebih daripada itu tidak boleh disaksikan, tidak dimengerti, tidak mampu difikir atau diterangkan. Nabi s.a.w bersabda, “Ada ilmu yang tinggal tetap seumpama khazanah yang tertanam. Tiada siapa yang boleh mengetahuinya dan tiada siapa boleh mendapatkannya melainkan mereka yang menerima ilmu Ilahi”, tetapi bila diperdengarkan kewujudan ilmu demikian, yang ikhlas tidak menafikannya.
Manusia yang memiliki pengetahuan biasa mengumpulkan apa yang boleh dikumpulkan di permukaan. Orang yang memiliki ilmu ketuhanan mengeluarkan dasarnya. Hikmah kebijaksanaan orang arif adalah sebenar-benar rahsia bagi Allah Yang Maha Tinggi. Tiada siapa yang tahu apa yang Dia tahu kecuali Dia sendiri.
“Sedang mereka tidak meliputi (sedikit pun) daripada ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuan-Nya meliputi langit-langit dan bumi, dan memelihara keduanya tidaklah berat bagi-Nya”. (Surah al-Baqarah, ayat 255).
Mereka yang dirahmati, yang dikurniakan sebahagian ilmu-Nya adalah nabi-nabi dan kekasih-Nya yang berjuang untuk datang hampir kepada-Nya. Firman-Nya:
“Dia mengetahui rahsia dan yang lebih tersembunyi”. (Surah Ta Ha, ayat 7).
“Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Kepunyaan-Nya nama-nama yang sangat baik”. (Surah Ta Ha, ayat 8).
Dan Allah paling mengetahui.
-
PANGERSA ABAH ANOM QS MEMILIKI OTORITAS TERHADAP RIJALUL GHAIB Menjelang Sidang Istimewa MPR tahun 1999 kondisi poli...
-
TALQIN DZIKIR OLEH PANGERSA ABAH ANOM QS MENGOBATI PENYAKIT JISMANI & RUHANI Pada thn 1990 Ayah Mertua Haji Rena...
-
Sirrul Asror Mimpi-Mimpi Mimpi yang dimimpikan di antara masa seseorang hampir lena hingga dia tidur lena adalah benar dan berfa...