Assalamualaikum wr wb
Mumpung lagi HOT... masalah IDHTIBA' ..
Pakaian ihram ketika kain ihramnya di 'jepit' ketek kanan (dibawah ketek kanan), selendangnya bertumpu di pundak kiri, biasanya disebut IDHTHIBA'..
Idthiba' ini dari kata Dhab'un ... atau IBTH (artinya KETEK alias KETIAK alias KELEK.. )
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ اعْتَمَرُوا مِنَ الْجِعْرَانَةِ فَرَمَلُوا بِالْبَيْتِ وَجَعَلُوا أَرْدِيَتَهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ قَدْ قَذَفُوهَا عَلَى عَوَاتِقِهِمُ الْيُسْرَى
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat menunaikan umrah dari Ji’ranah. Mereka melakukan “ramal” (berjalan cepat dengan langkah-langkah yang pendek), dan memasukkan pakaian ihram mereka di bawah ketiak sebelah kanan, sedangkan kedua ujung kain tersebut disematkan di atas bahu sebelah kiri (idhthibaa‘)." (HR. Abu Dawud, no.1884)
Untuk permasalahan Idhthibaa’ inji, ada perbedaan pendapat ulama Madzhab :
1. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak disunnahkan. Tidak semua thawaf disunnahkan idhthibaa‘, hanya untuk thawaf yang diikuti dengan sa’i saja. [Haasyiyah Ibn ‘Aabidiin, 2/481, Daar Al-Fikr, Beirut]
2. Madzhab Maliki berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu tidak dianjurkan baik pada saat thawaf maupun sa’i. [Fath Al-Baari, no. 1605, 3/534, Daar Al-Hadiits, Kairo]
3. Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan baik pada thawaf maupun sa’i. [Al-Majmuu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, 8/27, Maktabah Al-Irsyaad, Jeddah]
4. Madzhab Hanbali berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan hanya pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak. Idhthibaa‘ hanya disunnahkan pada saat thawaf qudum saja, baik setelahnya diikuti dengan sa’i ataupun tidak. [Al-Mughni, 3/339, Maktabah Al-Qaahirah, Kairo]
Jadi sunnahnya, ketika thawaf (madzhab Syafi'i, Hanafi & Hanbali), kain ihramnya ber-idthiba'..
Cuma kalo ngambil madzhab Maliki... silahkan2 aja... mau bertelanjang dada, mau kayak diselimuti...
Sunnah lhoo eaaa... bukan wajib..
Mumpung lagi HOT... masalah IDHTIBA' ..
Pakaian ihram ketika kain ihramnya di 'jepit' ketek kanan (dibawah ketek kanan), selendangnya bertumpu di pundak kiri, biasanya disebut IDHTHIBA'..
Idthiba' ini dari kata Dhab'un ... atau IBTH (artinya KETEK alias KETIAK alias KELEK.. )
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ اعْتَمَرُوا مِنَ الْجِعْرَانَةِ فَرَمَلُوا بِالْبَيْتِ وَجَعَلُوا أَرْدِيَتَهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ قَدْ قَذَفُوهَا عَلَى عَوَاتِقِهِمُ الْيُسْرَى
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat menunaikan umrah dari Ji’ranah. Mereka melakukan “ramal” (berjalan cepat dengan langkah-langkah yang pendek), dan memasukkan pakaian ihram mereka di bawah ketiak sebelah kanan, sedangkan kedua ujung kain tersebut disematkan di atas bahu sebelah kiri (idhthibaa‘)." (HR. Abu Dawud, no.1884)
Untuk permasalahan Idhthibaa’ inji, ada perbedaan pendapat ulama Madzhab :
1. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak disunnahkan. Tidak semua thawaf disunnahkan idhthibaa‘, hanya untuk thawaf yang diikuti dengan sa’i saja. [Haasyiyah Ibn ‘Aabidiin, 2/481, Daar Al-Fikr, Beirut]
2. Madzhab Maliki berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu tidak dianjurkan baik pada saat thawaf maupun sa’i. [Fath Al-Baari, no. 1605, 3/534, Daar Al-Hadiits, Kairo]
3. Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan baik pada thawaf maupun sa’i. [Al-Majmuu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, 8/27, Maktabah Al-Irsyaad, Jeddah]
4. Madzhab Hanbali berpendapat bahwa idhthibaa‘ itu disunnahkan hanya pada saat thawaf, sedangkan pada saat sa’i tidak. Idhthibaa‘ hanya disunnahkan pada saat thawaf qudum saja, baik setelahnya diikuti dengan sa’i ataupun tidak. [Al-Mughni, 3/339, Maktabah Al-Qaahirah, Kairo]
Jadi sunnahnya, ketika thawaf (madzhab Syafi'i, Hanafi & Hanbali), kain ihramnya ber-idthiba'..
Cuma kalo ngambil madzhab Maliki... silahkan2 aja... mau bertelanjang dada, mau kayak diselimuti...
Sunnah lhoo eaaa... bukan wajib..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar