PANGERSA ABAH ANOM QS MEMILIKI OTORITAS TERHADAP RIJALUL GHAIB
Menjelang Sidang Istimewa MPR tahun 1999 kondisi politik Indonesia begitu mencekam. Sehingga suatu ketika Kiai Wahfi terbangun pkl 01.30 wib, lalu mandi taubat serta melakukan shalat 2 rakaat.
Setelah itu Kiai Wahfi langsung mengendarai mobilnya seorang diri dgn kecepatan tinggi. Luar biasanya dlm waktu 3,5 jam bisa menempuh perjalanan dari Rawamangun, Jakarta, sampai ke Pontren Suryalaya, Tasikmalaya. Padahal ketika itu belum ada tol Cipularang serta dgn rute melintasi Puncak Pass Cianjur.
Ba’da Isyraq, Kiai Wahfi sowan menghadap Pangersa Abah Anom qs. Ketika itu Pangersa Abah bertanya: “Bagaimana perkembangan Jakarta?”
“Gawat, Abah…” Jawab Kiai Wahfi. Serta menjelaskan kegentingan yang terjadi di Jakarta. Bahwa semua orang dlm keadaan tegang, situasinya begini, Jenderal ini begini, Jenderal itu begini, orang tidak tahu siapa kawan siapa lawan.
Pangersa Abah diam saja menunduk tawajjuh mendengarkan penjelasan Kiai Wahfi. Melihat sikap tenang Pangersa Abah mendengarkan kabar genting tsb, di dlm diri Kiai Wahfi malah timbul prasangka. Jangan-jangan krn usianya yg sdh sangat sepuh, Pangersa Abah tdk paham kondisi yg diceritakan. Setelah itu Pangersa Abah malah berkata: “Ayo makan dulu..”
Maka dari ruang tengah Madrasah, Pangersa Abah & Kiai Wahfi kemudian bergeser ke ruang makan. Pangersa Abah lalu duduk di sisi kepala meja, sedangkan Kiai Wahfi duduk di sebelahnya. Kemudian Pangersa Abah mengepal-ngepal nasi lalu ditaruh di piring Kiai Wahfi. Demikian juga ikan goreng dikelupas dagingnya serta dikepal-kepal oleh Pangersa Abah lalu ditaruh di piring Kiai Wahfi. Sepertinya begitu cara Pangersa Abah menyalurkan barakah ketentraman qalbu kpd Kiai Wahfi.
Setelah selesai makan & qalbu terasa lebih tentram, maka Kiai Wahfi bertanya: “Jadi apa yg harus kami lakukan, Abah?”
“Masing-masing ada kerjaannya.. Kita orang tharekat, kerjaan kita dzikir..” Jawab Pangersa Abah singkat.
Mendengar jawaban tsb, bathin Kiai Wahfi kembali memberontak: kalau cuma dzikir doang, bagaimana? Situasinya udah mau perang begini. Demikian lintasan fikiran Kiai Wahfi, tapi tidak terucapkan oleh lisannya.
“Kan ada Rijalul Ghaib.. Nanti ada yg ngerjain.. Ada Rijalul Ghaib..” Tiba-tiba Pangersa Abah memecahkan kegundahan Kiai Wahfi
“Rijalul Ghaib apa tuh, Bah?” Tanya Kiai Wahfi polos.
Pangersa Abah diam saja tdk menjawab. Lalu Haji Ujang Endon ajudan Pangersa Abah yg menjawab pertanyaan Kiai Wahfi. Dgn menyebutkan rujukan kitab yg menjelaskan tentang Rijalul Ghaib.
Setelah itu Kiai Wahfi pamit pulang kpd Pangersa Abah. Sambil mengendarai mobilnya, Kiai Wahfi bertanya-tanya dalam hatinya. Apa itu Rijalul Ghaib? Tiba-tiba Kiai Wahfi teringat dgn peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Pada peristiwa tsb ketika banyak orang bersikap brutal melakukan penjarahan. Kiai Wahfi malah berkeliling Jakarta memantau kejadian secara langsung. Mobil Kiai Wahfi melintasi jalan-jalan Jakarta yg dipenuhi ban-ban mobil terbakar serta sepi dari kendaraan lain. Suasana terasa begitu sangat mencekam. Tapi anehnya di beberapa sudut jalan Jakarta, Kiai Wahfi melihat ada orang yg berpakaian putih berdiri saja dengan tenangnya. Sikap tenangnya sangat kontras dgn kebanyakan orang yg sedang bersikap brutal. Anehnya pula Kiai Wahfi tdk bisa memandang wajah orang-orang misterius itu. Apakah ini Rijalul Ghaib yg dikatakan Pangersa Abah?
Bahkan setelah Kiai Wahfi kembali ke Jakarta serta melakukan aktivitas dakwahnya. Juga setelah Sidang Istimewa MPR thn 1999 berlangsung. Ternyata keadaan Jakarta memang aman terkendali. Tidak terjadi kekacauan yg sebelumnya dikhawatirkan oleh Kiai Wahfi. Menjadi bukti para Rijalul Ghaib telah bekerja di belakang layar. Ikut membantu terciptanya suasana yg kondusif di Jakarta. Serta bukti nyata benarnya sabda Pangersa Abah. Alhamdulillaah.. Wallaahu a’lam..